MAKALAH
HAJI
DosenPengampu:M.Nur
Kholis Al Amin,MHI
DisusunOleh:Achmad
Syarifudin
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM YOGYAKARTA WONOSARI
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan
mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT.atas segala rahmat dan hidayah-Nya,sehigga
makalah tentang Haji dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa pnyusun makalah ini dapat terselesaikan berkat
bantuan dari berbagi pihak yeng terkait secara langsung maupun tidak
langsung.Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada.
1.
M.Nur Kholis Al Amin,MHI Dosen mata
kuliah Fikih Ibadah
2.
Semua pihak yang terkaitdalam penulisan
makalah ini
Penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah
proses akhir dari segalanya,melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak
koreksi,oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Akhirya
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat kepada semua pihak pada
umumnya dan pada penulis khususnya.
Wassalamualaikum
Wr.Wb
Rongkop,2
April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang masalah
Agama Islam bertugas mendidik dhahir
manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu.
Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah,
insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung.Ibadah dalam agama Islam
banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun iman yang
kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa
nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan
harta.
Dalam mengerjakan haji, kita
menempuh jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala
kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan
satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian dan Dasar hukum
pelaksanaan ibadah haji?
2.
Apa syarat rukun dan wajib haji?
3.
Hal-hal apa yang berkaitan dengan
manasik haji dan persoalan kontemporer haji?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dan
dasar hukum pelaksanaan ibadah haji.
2.
Untuk mengetahui syarat rukun dan
wajib haji.
3.
Untuk mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan manasik haji dan persoalan kontemporer haji.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HAJI
Asal mula arti haji menurut lughah
atau arti bahasa (etimologi) adalah “al-qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan
arti haji dilihat dari segi istilah (terminology) berarti bersengaja mendatangi
Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang
tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang
ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.[1]
B.
DASAR
HUKUM HAJI
1. Dalil Al-Qur’an
Allah SWT mewajibkan untuk
melaksanakan ibadah haji sekali seumur hidup, jika sudah mampu.
Allah berfirman:
وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ
حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً (ال عمران : 97)
“Mengerjakan haji
merupakan kewajiban manusia terhadap Allah, (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Q.S. Ali Imron: 97)
Ada juga dasar kewajiban
haji dan umroh.
Allah berfirman:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ (البقرة : 196)
“Sempurnakanlah haji dan
umroh karena Allah.” (Q.S. Al-baqarah : 196).
2. Dalil As-Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ
شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ،
وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Artinya:
“Islam
dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya,mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ
فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى
قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ
نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah SAW. berkhutbah di tengah-tengah kami.
Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi
kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah
setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi
bertanya hingga tiga kali. Rasulullah SAW lantas bersabda,
“Seandainya aku mengatakan “iya”, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian
setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim).
3. Dalil Ijma’
Para ulama’ pun sepakat bahwa hukum
haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji
termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan
sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya
dinyatakan kafir.
Haji merupakan rukun Islam yang ke
empat, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan.[2]
C.
Dasar
Hukum Perintah Haji
Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan
ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.Ayat di atas merupakan
dalil naqli dari diwajibkannya ibadah haji bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan
untuk mengerjakannya.Haji hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup,
sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan
sebutan haji wada’ pada tahun ke-10 hijriah.[3]
D.
SYARAT,
RUKUN DAN WAJIB HAJI
1.
Syarat-Syarat Melakukan Haji
Adapun syarat-syarat wajib melakukan
ibadah haji dan umrah adalah:
a)
Islam
b)
Balig
c)
Berakal
d)
Orang Merdeka
e)
Mampu (Istitha’ah)
a.
Islam
Beragama Islam merupakan syarat mutlak
bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Karena itu orang-orang
kafir tidak mempunyai kewajiban haji dan umrah. Demikian pula orang yang
murtad.
b.
Baligh
Anak kecil tidak wajib haji dan
umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad SAW: yang artinya “Kalam
dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur
sampai ia bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh.
c.
Berakal
Orang yang tidak berakal, seperti
orang gila, orang tolol juga tidak wajib haji.
d.
Merdeka
Budak tidak wajib melakukan ibadah
haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan oleh tuannya.
Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu. Disamping itu budak itu
termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain.
e.
Kemampuan (Isthitho’ah)
Kemampuan yang dimaksud adalah
kemampuan dalam hal kendaraan, bekal, pengongkosan, dan keamanan di dalam
perjalanan. Demikian pula kesehatan badan tentu saja bagi mereka yang dekat
dengan makkah dan tempat-tempat sekitarnya yang bersangkut paut dengan ibadah
haji dan umrah, masalah kendaraan tidak menjadi soal. Dengan berjalan kaki pun
bisa dilakukan.Pengertian mampu, istitha’ah atau juga as-sabil (jalan,
perjalanan), luas sekali, mencakup juga kemampuan untuk duduk di atas kendaraan,
adanya minyak atau bahan bakar untuk kendaraan.[4]
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni Anar ra. Terdapat percakapan sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW ditanya: Apa yang dimaksud jalan (as-sabil, mampu melakukan perjalanan) itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu bekal dan kendaraan.
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni Anar ra. Terdapat percakapan sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW ditanya: Apa yang dimaksud jalan (as-sabil, mampu melakukan perjalanan) itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu bekal dan kendaraan.
Sedangkan yang dimaksud bekal dalam
Fat-Hul Qorib disebutkan: Dan diisyaratkan tentang bekal untuk pergi haji
(sarana dan prasarananya) hal mana telah tersebut di atas tadi, hendaklah sudah
(cukup) melebihi dari (untuk membayar) hutangnya, dan dari (anggaran)
pembiayaan orang-orang, dimana biaya hidupnya menjadi tanggung jawab orang yang
hendak pergi haji tersebut. Selama masa keberangkatannya dan (hingga sampai) sekembalinya
(di tanah airnya).Dan juga diisyaratkan harus melebihi dari (biaya pengadaan)
rumah tempat tinggalnya yang layak buat dirinya, dan (juga) melebihi dari
(biaya pengadaan) seorang budak yang layak buat dirinya (baik rumah, dan budak
disini, apabila benar-benar dibuktikan oleh orang tersebut).[5]
2.
Rukun-rukun Ibadah Haji
Rukun haji dan umrah merupakan
ketentuan-ketentuan / perbuatan-perbuatan yang wajib dikerjakan dalam ibadah
haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah satunya, ibadah haji atau
umrahnya itu tidak sah . Adapun rukun-rukun haji dan umrah itu adalah sebagai
berikut:
a.
Ihram
Melaksanakan ihram disertai dengan
niat ibadah haji dengan memakai pakaian ihram.Pakaian ihram untuk pria terdiri
dari dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak bersambung semacam
sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta satu helai lainnya
untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian
ihram untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya
pakaian biasa (pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.
b.
Wukuf di Padang Arafah
Yakni menetap di Arafah, setelah
condongnya matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah
sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.
c.
Thawaf
Yang dimaksud dengan Thawaf adalah
mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar aswad (batu
hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah
berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).
Macam-macam Thawaf
1)
Thawaf Qudum yakni thawaf yang
dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari negerinya.
2)
Thawaf Tamattu’ yakni thawaf yang
dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
3)
Thawaf Wada’ yakni thawaf yang
dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4)
Thawaf Ifadha yakni thawaf yang
dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf Ifadha merupakan salah
satu rukun dalam ibadah haji.
d.
Sai antara Shafa dan Marwah
Sai adalah lari-lari kecil sebayak
tujuh kali dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah yang jaraknya
sekitar 400 meter.Sai dilakukan untuk melestarikan pengalaman Hajar, ibunda
nabi Ismail yang mondar-mandir saat ia mencari air untuk dirinya dan putranya,
karena usaha dan tawakalnya kepada Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat
berupa mengalirnya mata air zam-zam.
e.
Tahallul
Tahallul adalah menghalalkan pada
dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi dirinya karena sedang ihram.
Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai atau mencukurnya
sampai habis (lebih afdol)
f.
Tertib Berurutan
Sedangkan Rukun dalam umrah sama
dengan haji yang membedakan adalah dalam umrah tidak terdapat wukuf.[6]
3.
Wajib Haji
Wajib haji adalah
ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji tetapi jika tidak
dikerjakan haji tetap sah namun harus mambayar dam atau denda.
Adapun Wajib-wajib haji adalah
a.
Ihram dari miqat
Dalam melaksanakan ihram ada
ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari tempat manakah ihram itu
harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan dimana ihram
tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi
ibadah haji dan atau umrah.[7]
Macam-macam miqat menurut Fah-hul Qarib
Macam-macam miqat menurut Fah-hul Qarib
Ø Miqat zamani (batas waktu) pada konteks (yang berkaitan)
untuk memulai niat ibadah haji, adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 malam
dari bulan dzilhijjah (hingga sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat
zamani) pada konteks untuk niat melaksanakan “Umrah” maka sepanjang tahun itu,
waktu untuk melaksanakan ihram umrah.
Ø Miqat makany (batas yang berkaitan dengan tempat) untuk
dimulainya niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah,
ialah kota makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang
perantauan. Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah, maka:
Ø Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka
miqatnya ialah berada di (daerah) “Dzul Halifah”
Ø Orang yang (datang)
dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya ialah di
(daerah) “Juhfah”
Ø Orang yang (datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka
miqatnya berada di daerah “Yulamlam”.
Ø Orang yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz
dan daerah dataran tinggi Yaman, maka miqatnya ialah berada di bukit “Qaarn”.
Ø Orang yang (datang) dari arah negeri Masyrik, maka miqatnya
berada di desa “Dzatu “Irq”.[8]
b.
Melempar Jumrah
Wajib haji yang ketiga adalah
melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah
bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu
kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu
yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah,
Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat
berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan
melaksanakan perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s. di
jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.[9]
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.[9]
c.
Mabit di Mudzalifah
Wajib haji yang kedua adalah
bermalam (mabit) di mudzalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah
menjalankan wuquf di Arafah.
d.
Mabid di Mina
Wajib haji keempat adalah bermalam
(mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
e.
Thawaf Wada’
Thawaf Wada’ yakni thawaf yang
dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.[10]
E.
Manasik
Haji
1.
Di Mekkah
(pada tanggal 8 Djulhijjah), Mandi dan berwudlu, Memakai kain ihram kembali,
Shalat sunat ihram dua raka'at, Niyat haji, Berangkat menuju Arafah, membaca
talbiyah, shalawat dan doa.
2.
Di Arafah,
waktu masuk Arafah berdo'a, dan berwukuf, (tanggal 9 Djulhijjah)
a.
Sebagai
pelaksanaan rukun haji seorang jamaah harus berada di Arafah pada tanggal 9
Djulhijjah meskipun hanya sejenak.
b.
Waktu wukuf
dimulai dari waktu Dzuhur tanggal 9 Djulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10
Djulhijjah.
c.
Berangkat menuju Muzdalifah sehabis Maghrib
d.
Tidak
terlalu lama (mabit) di Muzdalifah sampai lewat tengah malam
e.
Berdo'a
waktu berangkat dari Arafah
3.
Di
Muzdalifah (pada malam tanggal 10 Djulhijjah), berdo'a dan Mabit, yaitu
berhenti di Muzdalifah untuk menunggu waktu lewat tengah malam sambil mencari
batu krikil sebanyak 49 atau 70 butir untuk melempar jumrah kemudian Menuju
Mina.
4.
Di Mina,
berdoa, melontar jumroh dan bermalam (mabit) pada saat melempar jumroh, yang
dilakukan yaitu:
a.
melontar
jumroh Aqobah waktunya setelah tengah malam, pagi dan sore. Tetapi
diutamakan sesudah terbit matahari tanggal 10 Djulhijjah
b.
melontar jumroh ketiga-tiganya pada tanggal 11,12,13
Dzulhijjah waktunya pagi, siang, sore dan malam. Tetapi diutamakan sesudah
tergelincir matahari.
c.
Setiap
melontar 1 jumroh 7 kali lontaran masing-masing dengan 1 kriki.
d.
Pada tanggal
10 Djulhijjah melontar jumroh Aqobah saja lalu tahallul (awal).Dengan
selesainya tahallul awal ini, maka seluruh larangan ihram telah gugur, kecuali
menggauli istri. setelah tahallul tanggal 10 Djulhijjah kalau ada
kesempatan akan pergi ke Mekkah untuk thawaf Ifadah dan sa'i tetapi harus
kembali pada hari itu juga dan tiba di mina sebelum matahari terbenam.
e.
Pada tanggal
11, 12 Djulhijjah melontar jumroh Ula, Wustha dan Aqobah secara berurutan,
terus ke mekkah, ini yang dinamakan naffar awal.
f.
Bagi jama'ah
haji yang masih berada di Mina pada tanggal 13 Djulhijjah diharuskan melontar
ketiga jumroh itu lagi, lalu kembali ke mekkah. itulah yang dinamakan
naffar Tsani.
g.
Bagi jama'ah
haji yang blm membayar dam harus menunaikannya disini dan bagi yang mampu,
harus memotong hewan kurban.
h.
Kembali ke
Mekkah, Thawaf Ifadah, dan Thawaf Wada, Setelah itu rombangan jama’ah haji
gelombang awal. bisa pulang ke tanah air[11]
F.
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN HAJI
Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin
Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj.
Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 503 -- 504.
Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh salah satu dari kedua hal berikut:
Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh salah satu dari kedua hal berikut:
1.
Jima’, senggama, bila dilakukan sebelum
melontar jamrah ’aqabah.
Adapun jima’ yang dilakukan pasca
melontar jamrah ’aqabah dan sebelum thawaf ifadhah, maka tidak dapat
membatalkan ibadah haji, sekalipun yang bersangkutan berdosa. Namun sebagian di
antara mereka berpandapat bahwa ibadah haji tidak bisa dianggap batal karena
melakukan jima’, sebab belum didapati dalil yang menegaskan kesimpulan ini.
2.
Meninggalkan salah satu rukun haji.
Manakala ibadah haji kita batal
disebabkan oleh salah satu dari dua sebab ini, maka pada tahun berikutnya masih
diwajibkan menunaikan ibadah haji, bila mampu.[12]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ø Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk
melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan
pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’,
semata-mata mencari ridho Allah.
Ø Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di
sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting
rambut.
Ø Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam
melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Ø Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali-
Imran 97.
Ø Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi
syarat, rukun dan wajib haji atau umroh.
Ø Hal-Hal yang Membatalkan Haji adalah Jima’, senggama, bila
dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah dan meninggalkan salah satu rukun
haji.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Amir Abyan, MA DKK.1997.Fiqih. PT. Karya Putra Semarang.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri,
Yogyakarta.
Asy-Syekh Muhammad bin Qasim
Al-Ghazy.1991.Fath-Hul Qarib,
Al-Hidayah, Surabaya.
[1] Drs. H. Amir Abyan, MA DKK.1997.Fiqih. PT. Karya Putra
Semarang.hal.6
[2]
Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri,
Yogyakarta.hal.10
[3]
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT.
Pustaka Rizki Putra, Semarang.hal.9
[4] Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri,
Yogyakarta.hal.12-15
[5] Drs. H. Amir Abyan, MA DKK.1997.Fiqih. PT. Karya Putra Semarang.hal.12-14
[6]Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri,
Yogyakarta.hal.15-18
[7]
Ibit hal 19
[8]
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT.
Pustaka Rizki Putra, Semarang.hal.32
[9]
Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri,
Yogyakarta.21
[10]
Ibid hal.21-25
[11] Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra,
Semarang.41-43
[12] Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy.1991.Fath-Hul Qarib,
Al-Hidayah, Surabaya.46