Sabtu, 09 April 2016

makalah haji



MAKALAH
HAJI


DosenPengampu:M.Nur Kholis Al Amin,MHI
DisusunOleh:Achmad Syarifudin


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM YOGYAKARTA WONOSARI

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
            Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT.atas segala rahmat dan hidayah-Nya,sehigga makalah tentang Haji dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
            Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pnyusun makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagi pihak yeng terkait secara langsung maupun tidak langsung.Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada.
1.      M.Nur Kholis Al Amin,MHI Dosen mata kuliah Fikih Ibadah
2.      Semua pihak yang terkaitdalam penulisan makalah ini
            Penyusun  menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir dari segalanya,melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak koreksi,oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
            Akhirya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat kepada semua pihak pada umumnya  dan pada penulis khususnya.
           
            Wassalamualaikum Wr.Wb
                                                                                                Rongkop,2 April 2016
                                   
                                                                                                            Penulis














DAFTAR ISI












































BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang masalah
Agama Islam bertugas mendidik dhahir manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu. Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah, insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung.Ibadah dalam agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun iman yang kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan harta.
Dalam mengerjakan haji, kita menempuh jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertisn haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dan Dasar hukum pelaksanaan ibadah haji?
2.      Apa syarat rukun dan wajib haji?
3.      Hal-hal apa yang berkaitan dengan manasik haji dan persoalan kontemporer haji?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum pelaksanaan ibadah haji.
2.      Untuk mengetahui syarat rukun dan wajib haji.
3.      Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan manasik haji dan persoalan kontemporer haji.

















BAB II
PEMBAHASAN



A.    PENGERTIAN HAJI
Asal mula arti haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) adalah “al-qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah (terminology) berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.[1]

B.     DASAR HUKUM HAJI

1.    Dalil Al-Qur’an
Allah SWT mewajibkan untuk melaksanakan ibadah haji sekali seumur hidup, jika sudah mampu.
Allah berfirman:
وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً (ال عمران : 97)
 “Mengerjakan haji merupakan kewajiban manusia terhadap Allah, (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (Q.S. Ali Imron: 97)
Ada juga dasar kewajiban haji dan umroh.
Allah berfirman:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ (البقرة : 196)
“Sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah.” (Q.S. Al-baqarah : 196).
2.      Dalil As-Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ


Artinya:
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya,mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16). 
Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Hurairah r.a, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah SAW. berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah SAW lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan “iya”, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim).
3.      Dalil Ijma’
Para ulama’ pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan  kafir.
Haji merupakan rukun Islam yang ke empat, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan.[2]

C.    Dasar Hukum Perintah Haji

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.Ayat di atas merupakan dalil naqli dari diwajibkannya ibadah haji bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan untuk mengerjakannya.Haji hanya diwajibkan satu kali dalam seumur hidup, sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan sebutan haji wada’ pada tahun ke-10 hijriah.[3]
D.    SYARAT, RUKUN DAN WAJIB HAJI
1.      Syarat-Syarat Melakukan Haji
Adapun syarat-syarat wajib melakukan ibadah haji dan umrah adalah:
a)      Islam
b)      Balig
c)      Berakal
d)     Orang Merdeka
e)      Mampu (Istitha’ah)
a.     Islam
Beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah. Karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji dan umrah. Demikian pula orang yang murtad.
b.    Baligh
Anak kecil tidak wajib haji dan umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad SAW: yang artinya “Kalam dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur sampai ia bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh.
c.       Berakal
Orang yang tidak berakal, seperti orang gila, orang tolol juga tidak wajib haji.
d.      Merdeka
Budak tidak wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang dibebankan oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu. Disamping itu budak itu termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu dan lain-lain.
e.       Kemampuan (Isthitho’ah)
Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan dalam hal kendaraan, bekal, pengongkosan, dan keamanan di dalam perjalanan. Demikian pula kesehatan badan tentu saja bagi mereka yang dekat dengan makkah dan tempat-tempat sekitarnya yang bersangkut paut dengan ibadah haji dan umrah, masalah kendaraan tidak menjadi soal. Dengan berjalan kaki pun bisa dilakukan.Pengertian mampu, istitha’ah atau juga as-sabil (jalan, perjalanan), luas sekali, mencakup juga kemampuan untuk duduk di atas kendaraan, adanya minyak atau bahan bakar untuk kendaraan.[4]
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Daru Quthni Anar ra. Terdapat percakapan sebagai berikut: yang artinya Rasulullah SAW ditanya: Apa yang dimaksud jalan (as-sabil, mampu melakukan perjalanan) itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Yaitu bekal dan kendaraan.
Sedangkan yang dimaksud bekal dalam Fat-Hul Qorib disebutkan: Dan diisyaratkan tentang bekal untuk pergi haji (sarana dan prasarananya) hal mana telah tersebut di atas tadi, hendaklah sudah (cukup) melebihi dari (untuk membayar) hutangnya, dan dari (anggaran) pembiayaan orang-orang, dimana biaya hidupnya menjadi tanggung jawab orang yang hendak pergi haji tersebut. Selama masa keberangkatannya dan (hingga sampai) sekembalinya (di tanah airnya).Dan juga diisyaratkan harus melebihi dari (biaya pengadaan) rumah tempat tinggalnya yang layak buat dirinya, dan (juga) melebihi dari (biaya pengadaan) seorang budak yang layak buat dirinya (baik rumah, dan budak disini, apabila benar-benar dibuktikan oleh orang tersebut).[5]


2.      Rukun-rukun Ibadah Haji
Rukun haji dan umrah merupakan ketentuan-ketentuan / perbuatan-perbuatan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya salah satunya, ibadah haji atau umrahnya itu tidak sah . Adapun rukun-rukun haji dan umrah itu adalah sebagai berikut:
a.       Ihram
Melaksanakan ihram disertai dengan niat ibadah haji dengan memakai pakaian ihram.Pakaian ihram untuk pria terdiri dari dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak bersambung semacam sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta satu helai lainnya untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat. Sedangkan pakaian ihram untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat seperti halnya pakaian biasa (pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan tetap terbuka.
b.      Wukuf di Padang Arafah
Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.
c.       Thawaf
Yang dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).
Macam-macam Thawaf
1)      Thawaf Qudum yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari negerinya.
2)      Thawaf Tamattu’ yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
3)      Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4)      Thawaf Ifadha yakni thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf Ifadha merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.
d.      Sai antara Shafa dan Marwah
Sai adalah lari-lari kecil sebayak tujuh kali dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah yang jaraknya sekitar 400 meter.Sai dilakukan untuk melestarikan pengalaman Hajar, ibunda nabi Ismail yang mondar-mandir saat ia mencari air untuk dirinya dan putranya, karena usaha dan tawakalnya kepada Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat berupa mengalirnya mata air zam-zam.
e.       Tahallul
Tahallul adalah menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi dirinya karena sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa helai atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol)
f.       Tertib Berurutan
Sedangkan Rukun dalam umrah sama dengan haji yang membedakan adalah dalam umrah tidak terdapat wukuf.[6]




3.     Wajib Haji
Wajib haji adalah ketentuan-ketentuan yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji tetapi jika tidak dikerjakan haji tetap sah namun harus mambayar dam atau denda.
Adapun Wajib-wajib haji adalah
a.     Ihram dari miqat
Dalam melaksanakan ihram ada ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari tempat manakah ihram itu harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan dimana ihram tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi ibadah haji dan atau umrah.[7]
Macam-macam miqat menurut Fah-hul Qarib
Ø  Miqat zamani (batas waktu) pada konteks (yang berkaitan) untuk memulai niat ibadah haji, adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 malam dari bulan dzilhijjah (hingga sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat zamani) pada konteks untuk niat melaksanakan “Umrah” maka sepanjang tahun itu, waktu untuk melaksanakan ihram umrah.
Ø  Miqat makany (batas yang berkaitan dengan tempat) untuk dimulainya niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah, maka:
Ø  Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah berada di (daerah) “Dzul Halifah”
Ø   Orang yang (datang) dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya ialah di (daerah) “Juhfah”
Ø  Orang yang (datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah “Yulamlam”.
Ø  Orang yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi Yaman, maka miqatnya ialah berada di bukit “Qaarn”.
Ø  Orang yang (datang) dari arah negeri Masyrik, maka miqatnya berada di desa “Dzatu “Irq”.[8]
b.      Melempar Jumrah
Wajib haji yang ketiga adalah melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s. di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.[9]

c.       Mabit di Mudzalifah
Wajib haji yang kedua adalah bermalam (mabit) di mudzalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah menjalankan wuquf di Arafah.

d.      Mabid di Mina
Wajib haji keempat adalah bermalam (mabid) di mina pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.

e.       Thawaf Wada’
Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.[10]

E.     Manasik Haji

1.      Di Mekkah (pada tanggal 8 Djulhijjah), Mandi dan berwudlu, Memakai kain ihram kembali, Shalat sunat ihram dua raka'at, Niyat haji, Berangkat menuju Arafah, membaca talbiyah, shalawat dan doa.
2.      Di Arafah, waktu masuk Arafah berdo'a, dan berwukuf, (tanggal 9 Djulhijjah)
a.       Sebagai pelaksanaan rukun haji seorang jamaah harus berada di Arafah pada tanggal 9 Djulhijjah meskipun hanya sejenak.
b.      Waktu wukuf dimulai dari waktu Dzuhur tanggal 9 Djulhijjah sampai terbit fajar tanggal 10 Djulhijjah.
c.        Berangkat menuju Muzdalifah sehabis Maghrib
d.      Tidak terlalu lama (mabit) di Muzdalifah sampai lewat tengah malam
e.       Berdo'a waktu berangkat dari Arafah
3.      Di Muzdalifah (pada malam tanggal 10 Djulhijjah), berdo'a dan Mabit, yaitu berhenti di Muzdalifah untuk menunggu waktu lewat tengah malam sambil mencari batu krikil sebanyak 49 atau 70 butir untuk melempar jumrah kemudian Menuju Mina.
4.      Di Mina, berdoa, melontar jumroh dan bermalam (mabit) pada saat melempar jumroh, yang dilakukan yaitu:
a.       melontar jumroh Aqobah waktunya setelah tengah malam, pagi dan sore. Tetapi diutamakan sesudah terbit matahari tanggal 10 Djulhijjah
b.       melontar jumroh ketiga-tiganya pada tanggal 11,12,13 Dzulhijjah waktunya pagi, siang, sore dan malam. Tetapi diutamakan sesudah tergelincir matahari.
c.       Setiap melontar 1 jumroh 7 kali lontaran masing-masing dengan 1 kriki.
d.      Pada tanggal 10 Djulhijjah melontar jumroh Aqobah saja lalu tahallul (awal).Dengan selesainya tahallul awal ini, maka seluruh larangan ihram telah gugur, kecuali menggauli istri. setelah tahallul tanggal 10 Djulhijjah kalau ada kesempatan akan pergi ke Mekkah untuk thawaf Ifadah dan sa'i tetapi harus kembali pada hari itu juga dan tiba di mina sebelum matahari terbenam.
e.       Pada tanggal 11, 12 Djulhijjah melontar jumroh Ula, Wustha dan Aqobah secara berurutan, terus ke mekkah, ini yang dinamakan naffar awal.
f.       Bagi jama'ah haji yang masih berada di Mina pada tanggal 13 Djulhijjah diharuskan melontar ketiga jumroh itu lagi, lalu kembali ke mekkah. itulah yang dinamakan naffar Tsani.
g.      Bagi jama'ah haji yang blm membayar dam harus menunaikannya disini dan bagi yang mampu, harus memotong hewan kurban.
h.      Kembali ke Mekkah, Thawaf Ifadah, dan Thawaf Wada, Setelah itu rombangan jama’ah haji gelombang awal. bisa pulang ke tanah air[11]

F. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN HAJI
Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 503 -- 504.
Ibadah haji bisa batal disebabkan oleh salah satu dari kedua hal berikut:
1.      Jima’, senggama, bila dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah.
Adapun jima’ yang dilakukan pasca melontar jamrah ’aqabah dan sebelum thawaf ifadhah, maka tidak dapat membatalkan ibadah haji, sekalipun yang bersangkutan berdosa. Namun sebagian di antara mereka berpandapat bahwa ibadah haji tidak bisa dianggap batal karena melakukan jima’, sebab belum didapati dalil yang menegaskan kesimpulan ini.

2.      Meninggalkan salah satu rukun haji.
Manakala ibadah haji kita batal disebabkan oleh salah satu dari dua sebab ini, maka pada tahun berikutnya masih diwajibkan menunaikan ibadah haji, bila mampu.[12]























BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Ø  Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
Ø  Umrah ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
Ø  Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Ø  Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
Ø  Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib haji atau umroh.
Ø  Hal-Hal yang Membatalkan Haji adalah Jima’, senggama, bila dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah dan meninggalkan salah satu rukun haji.






























DAFTAR PUSTAKA


Drs. H. Amir Abyan, MA DKK.1997.Fiqih. PT. Karya Putra Semarang.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta.
Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy.1991.Fath-Hul Qarib, Al-Hidayah, Surabaya.




[1] Drs. H. Amir Abyan, MA DKK.1997.Fiqih. PT. Karya Putra Semarang.hal.6
[2] Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta.hal.10

[3] Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang.hal.9

[4] Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta.hal.12-15
[5] Drs. H. Amir Abyan, MA DKK.1997.Fiqih. PT. Karya Putra Semarang.hal.12-14
[6]Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta.hal.15-18

[7] Ibit hal 19
[8] Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang.hal.32

[9] Pasha, Mustafa Kamal.2003.Fikih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta.21

[10] Ibid hal.21-25
[11] Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi.1999.Pedoman Haji, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang.41-43
[12] Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy.1991.Fath-Hul Qarib, Al-Hidayah, Surabaya.46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar